
Sore itu langit diselimuti awan hitam, hujan gerimis mulai jatuh perlahan dan halilintar mulai menunjukan eksistensinya dengan suara gelegar.
Namaku Abraham Noor, usiaku saat ini 18 tahun dan sedang menempuh jenjang pendidikan menengah atas semester terakhir dan sedang berjuang untuk persiapan kuliah ditahun 2018 ini. Aku berasal dari keluarga Noor, ayahku adalah pemilik salah satu perusahaan besar di Indonesia, ibuku adalah seorang politikus pemerintahan di Indonesia. Kedua orang tua ku jarang ada dirumah. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, aku memiliki adik perempuan yang bernama Alisha Natasya Noor yang biasa dipanggil dengan nama Ais, adikku saat ini berusia 6 tahun. Adikku adalah penderita autisme sejak lahir.
Sore itu, aku sedang belajar untuk persiapan ujian sekolah yang akan diadakan dua minggu lagi. Seperti biasa aku belajar sambil ditemani oleh adikku. Dia senang sekali bermain boneka dengan ditemani alunan musik klasik. Aku selalu memutar alunan musik klasik, kata ibuku musik klasik sangat bagus untuk mental adikku dan dapat membuatnya lebih tenang dan stabil. Aku melihat ke arah adikku dan dia terlihat sangat menikmati momen bermainnya bersama boneka-bonekanya.
Hujan di luar semakin lebat disertai angin kencang. Lalu tiba-tiba terdengar suara petir yang sangat kencang seperti menyambar disekitar rumah. Saat suara petir terdengar, saat itu pula listrik di rumah kami mati. Aku langsung memeluk adikku.
“Ais tidak kenapa-napa kan?”
Adikku hanya mengangguk sebagai jawaban bahwa dia baik-baik saja.
“Tunggu ya, Kakak akan menaikkan listriknya. Ais tunggu disini ya dan jangan kemana-mana. Pegang senter yang ada di dekat ranjang agar kamu tidak kegelapan”
Aku langsung bergegas menuju luar rumah untuk menaikkan listriknya. Berbekal lampu flash dari smartphoneku, ku telusuri kegelapan di rumahku. Sesampainya diluar, ternyata hari sudah gelap menunjukan pukul 5 sore, aku cepat-cepat menaikkan listriknya. Tiba-tiba angin berhembus kencang dan saat itu juga terdengar suara teriakan adikku menjerit.
AAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!
Aku berlari menuju kamarku. Sesampainya di kamar, kudapati adikku sedang kejang-kejang tergeletak di lantai. Oh tidak! Aku segera mencari obat Antikonvulsan untuk mengatasi kejang-kejang adikku. Aku segera menuju kotak obat yang ada di ruang tamu. Aku panik dan kucari obat tersebut. Sial! obatnya habis.
Aku bergegas untuk membawa adikku ke dokter perawatannya, untuk diperiksa dan membeli obat Antikonvulsan. Aku meraih kunci mobil dan aku pakaikan jaket pada adikku dengan tergesa-gesa. Aku menggendong adikku dan cepat-cepat menuju mobil yang terparkir diluar garasi. Angin berhembus kencang, dan aku berusaha melindungi adikku dari hujan dan segera masuk kedalam mobil.
Rumah sakit berjarak sekitar 2.5 Km dari rumahku. Sepanjang jalan, adikku tak berhenti kejang-kejang sehingga aku makin panik tak karuan dibuatnya.
DUAK!!!!
Aku merasakan seperti aku telah menabrak sesuatu. “Oh tidak, kenapa saat seperti ini ada masalah yang datang.” gumamku. Aku memberhentikan mobil dan keluar untuk melihat apa yang telah terjadi.
Saat keluar dari mobil, aku mengecek kebagian belakang mobil dan tak ada apa-apa. Yang kulihat hanyalah jalanan yang basah terguyur hujan dan air hujan yang mengalir. Lalu aku melihat kebagian bawah mobil dan aku masih tidak menemukan apa-apa. Aku pikir tak ada yang terjadi, mungkin tadi hanyalah halusinasi karena aku terlalu panik, tak perlu ada yang dikhawatirkan.
Aku langsung bergegas masuk kedalam mobil kembali dengan baju yang basah kuyup. Saat masuk kedalam mobil, kulihat adikku terdiam dan berhenti kejang-kejang. Aku sempat berpikir sepertinya dia baik-baik saja dan tidak jadi untuk membawa nya ke dokter. Tapi, obat Antikonvulsannya sudah habis, akhirnya aku melajutkan berkendara ke rumah sakit untuk memeriksa adikku dan membeli obatnya.
…
Sesampainya di rumah sakit, adikku langsung diperiksa. Selama itu pula aku merasakan adikku beda dari biasanya, dia hanya terdiam dan terkadang dia melihat ke suatu sudut ruangan atau tempat dan setelah itu dia akan terlihat ketakutan. Aku berpikir itu hal biasa karena memang kondisi adikku dan cuaca yang sedang tidak bersahabat. Dokter yang biasa merawat adikku memberikan obat Antikonvulsan dan beberapa obat baru yang belum kulihat sebelumnya.
“Apa yang telah terjadi pada adikmu?” Tanya dokter.
“Yang aku tau dia kejang-kejang sekitar pukul 5 sore, dan saat aku bawa dalam perjalanan kesini tiba-tiba kejangnya berhenti.” Jawabku.
“Hmm begitu. Berhati-hatilah selama berkendara.” kata dokter.
“Bagaimana dokter ta……”
Dokter tersebut beranjak dari tempatnya sebelum aku menyelesaikan pertanyaanku.
…
Setelah pemeriksaan dan membeli obat. Aku dan adikku langsung meluncur pulang ke rumah. Sesampainya di rumah adikku masih dalam keadaan terdiam dan kosong. Kugendong adikku keluar dari mobil dan masuk kerumah dan menurunkan nya untuk duduk di sofa. Aku ambilkan beberapa boneka miliknya dan kubuatkan coklat panas kesukaannya. Aku duduk di sofa sebelah adikku sambil menghela nafas.
“Kak, apa kakak tahu apa yang kakak tabrak tadi?.” Kata adikku.
Aku terkejut tiba tiba saja adikku berbicara. Jarang sekali adikku mau berbicara dan menanyakan hal yang telah terjadi.
“Tidak, tidak ada yang kutabrak tadi.” jawabku.
“Dokterku benar, kakak lebih baik berhati-hati apabila berkendara”
“Apa maksudnya? kakak tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”
Dan lagi-lagi tak ada jawaban dari pertanyaanku. Adikku langsung berhenti berbicara dan mulai main dengan boneka-bonekanya. Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa suasana menjadi penuh tanda tanya seperti ini?
Apa yang akan terjadi pada Abraham selanjutnya? Ikuti kisah ini yang akan di update setiap hari.
Ingin tahu kelanjutannya?
Klik👇
Segera update, nanggung ceritanya, buat penasaran aja
SukaDisukai oleh 1 orang
Baik qaqa🙌 tunggu saja kelanjutan kisah berantainya yang akan di update setiap hari😁
SukaSuka
wawwww
SukaSuka
Wow😂
SukaSuka
Mantap qaqa🙌🙌
SukaSuka
:v
SukaSuka
🔥
SukaDisukai oleh 1 orang
🔥🔥
SukaSuka
Wow…! mantap kaka 👍
SukaSuka
Terimakasih 🙌
SukaSuka